KEYAKINAN TERHADAP
PATUNTUNG
Sistem Pemerintahan
di Butta Toa, Kajang
oleh Fajar Erid
Di daerah
Butta Toa, Kajang salah satu wilayah yang ada di Bulukumba terdapat
suatu komunitas yang memiliki sistem pemerintahan dibawah pimpinan
Ammatowa
yang
dikenal dengan nama Patuntung.
Tentang
nama Patuntung
ini
banyak penafsiran yang berbeda beda. Baik di daerah Kajang itu
sendiri maupun oleh orang orang yang ada di luar wilayah Kajang.
Sehingga ada yang menafsirkan bahwa patuntung
itu
adalah agama sehingga terkenallah agama Patuntung
di
Kajang. Hal hal seperti ini banyak pula dikenal di daerah daerah lain
di Sulawesi Selatan, dan disebutnya agama baru atau sautu
kepeercayaan lain di luar Islam ataupun Nasrani.
Kalau
ditengok pola kehidupan masyarakat yang berdiam di Butta Toa,
kenyataan menunjukkan bahwa mereka banyak melakukan upacara upacara
dan perhubungan antara masyarakat dengan Ammatoa.
Sepintas
lalu memang kita melihat atau beranggapan bahwa Ammatoa
itu
seolah olah Dewa bagi masyarakat setempat karena ketaatan mereka
terhadap Ammatoa
tersebut.
Dihubungkan pula dengan adanya kepercayaan tentang Positanayya
yang
dianggapnya suci dan sering pula diadakan upacara di temapat ini.
Malah mereka menganggap bahwa positanayya
sama
istimewanya dengan Makkah. Selain dari pada itu, mereka sering
melakukan upacara attowana
di
tempat tempat yang dianggapnya keramat misalnya pada batu, pohon, dan
pinggir kali. Attowana
atau
memberikan sesajian berupa makanan pada yang dianggap berkuasa atau
TuriE
Ara’na, dengan
tujuan agar mereka mendapatkan keselamatan.
Dengan tradisi tradisi
masyarakat yang seperti itulah ditambah pula dengan cara cara
berpakaiannya yang berbeda dengan masyarakat umum yang ada di
sekitarnya, yakni berpakaian serba hitam. Hal inilah yang kemudian
pada gilirannya memunculkan sangkaan bahwa mereka itu tidak memeluk
agama Islam.
Masyarakatnya
mengenal dan percaya kepada Pasang
yang
berasal dari Ammatowa
melalui
orang orang terdekatnya atau orang orang tua. Adapun inti dari Pasang
itu
ialah
- Anre nakkulle nialle tawwa Atuya ( tidak boleh mengganggu kepercayaan orang lain )
- Anre nakkulle abbura bura, allukka na botoro ( tidak boleh berbohong, menipu, mencuri dan berjudi ).
- Anre nakkulle ammuno paranta tau ( tidak boleh membunuh orang lain, kecuali terpaksa untuk membela harga diri ).
- Parallui sa’bara ( harus sabar ).
- Parallui tuna ( harus sopan dan rendah hati ).
- Parallui nihargai paranta rupa tau ( harus saling menghargai sesama manusia ).
- Parallui atunru tunru na nibantu paranta rupatau ( harus patuh dan rela membantu sesama manusia ).
- Parallui ni hargai paraturanna karaengnga, ada, na Ammatowa ( patuh kepada pemerintah, adat dan Ammatowa ).
Pappasang
inilah
yang mereka harus ikuti dan tunduk kepada pasang.
Mereka yakin bahwa melanggar pasang
akan
berakibat buruk kepada pribadinya atau anggota keluargnya bahkan
masyarakat seluruhnya.
Kalau kita kembali mengikuti
sejarah perkembangan Butta Toa, maka orang orang yang bermukim di
dalamnya sudah mengenal dan menganut agama Islam sebagaimana pada
masyarakat Kajang lainnya. Cuma pada mereka itu ajaran Islam secara
murni tidak dipraktekkan, karena tradisi masyarakat masih lebih besar
pengaruhnya. Sehingga kaburlah ajaran ajaran Islam tersebut. Lagi
pula ajaran Islam yang datang di daerah itu sudah melalui beberapa
aliran.
Dalam
perkembangan Agama Islam di daerah Sulawesi Selatan maka daerah
Kajang yang salah satunya pertama mengenal Islam ( Noerduyn, 1972 :
96 ). Dato Tiro salah seorang penyebar Agama Islam di Sulawesi
Selatan pernah singgah di Kajang, kemudian melanjutkan perjalanannya
ke Tiro dan akhirnya menetap di daerah ini ( Palenkahu, 1970 : 17 ).
Tetapi dalam perkembangan Agama Islam di Kajang setelah Dato Tiro
sudah menetap di Tiro, salah seorang Ammatowa
mengirim
seorang utusan yang dianggap cerdas bernama Janggo to Jarre. Ia
berangkat ke Luwu untuk mempelajari agama Islam. Setelah ia pulang ia
membawa ajaran ajaran Islam yang telah dipelajarinya tetapi masih
terbatas pada masalah berikut.
- Kattere artinya potong rambut yang bermaksud sebagai pertanda penedewasaan seseorang.
- Kallong Tedong yaitu tentang cara penyembelihan kerbau yang Islami.
Akan tetapi
Ammatowa
merasa
bahwa ajaran ajaran Islam yang dibawa dari luwu itu belumlah
sempurna, maka sekali lagi Ammatowa
mengutus
seseorang bernama Towasara Daeng Mallipa. Adapun daerah tujuannya
adalah Bontoala, daerah Kerajaan Gowa. Setelah mempelajari ajaran
ajaran Islam di Gowa maka pulanglah dengan membawa ajaran berupa :
- Kalima Syahadat
- Upacara sunat atau bersunat yang lazim disebut pengislaman.
- Katimboangtau atau upacara perkawinan secara Islam.
- Bilangbangngi dan baca doang rasulung atau upacara upacara kematian dan pengubran secara Islami.
Cuma
kesukarannya ialah kapankah mereka itu berangkat mempelajari agama
Islam itu serta kapan pula masuknya agama Islam di Butta Toa. Pasang
yang
dianggap sebagai sumber dalam penulisan sejarah di Kajang, tidak
menyebutkan angka tahunyang jelas. Tetapi Noerduyn ( 1972 : 71 )
berkesimpulan bahwa daerah Kajang sudah menganut Islam sejak
permulaan abad XVII berdasarkan dengan datangnya Dato Ri Bandang di
pelabuhan Tallo dalam tahun 1605. Tetapi walaupun mereka ini sudah
resmi menganut agama Islam, mereka masih tetap melakukan kebiasaan
kebiasaannya seperti adu ayam, attowana
dan
lain lainnya.
Lagi pula
masyarakat Butta Toa tidak melakukan sembahyang lima waktu, karena
adanya salah penafsiran. Ia beranggapan bahwa hubungan antara Turie
Ara’na atau
Tuhan dengan Manusia tidak hanya dapat dilakukan pada waktu
bersembahyang saja, tetapi hubungan antara manusia dengan Tuhan
setiap saat harus selalu ada. Maka terkenallah pemahaman mereka
sambayang
tangngattappu je’ne talluka (
sembahyang tak terputus dan wudhu tak pernah batal ). Jadi ia merasa
dirinya bersembahyang terus menerus. Anggapan yang demikian itu ada
karena seseorang tidak boleh melakukan sesuatu yang betentangan
dengan kehendak Tuhan. Bukan hanya pada saat melakukan sembahyang
saja, tetapi di luar waktu sembahyang pun. Hal inilah dalam keyakinan
mereka yang harus dijaga jangan sampai terjadi perbuatan yang
menyimpang dari kehendak ajaran Tuhan. Artinya, untuk menghindarkan
diri dari perbuatan yang tercela maka seseorang itu harus sembahyang
terus menerus.
Kalaulah
patuntung
itu
dianggap sebagai agama dan Ammatowa
itu
sebagai pembawanya, maka ini berarti bahwa Ammatowa
lah
yang mendapat wahyu dari TuriE
Ara’na .
Tetapi Ammatowa
di
Butta Toa itu sifatnya berganti, malah pengangkatannya dilakukan oleh
masyarakat. Ammatowa
yang
sudah wafat digantikan oleh orang lain yang kemudian diberi gelar
Ammatowa.
Sedangkan
suatu Agama setelah pembawanya sudah wafat, maka tidak dapat diganti
oleh siapapun.
Dalam
pengertian TuriE
Ara’na
oleh
masyarakat Butta Toa ialah Tuhan. Sama dengan penegertian Tuhan dalam
agama Islam. Cuma mereka itu mengistilahkan dengan bahasanya sendiri
yaitu TuriE
Ara’na
yang artinya adalah yang berkehendak dan yang maha berkuasa.
Sedangkan Ammatowa
sendiri
tidaklah dianggap sebagai yang maha berkuasa. Dengan demikian dapat
ditarik kesimpulan bahwa patuntung
itu
bukanlah sebagai sebuah agama atau pun kepercayaan.
B. Asal Usul Patuntung
Patuntung
adalah
bentuk pemerintahan yang berlaku dalam Tana Toa. Agar jelasnya
penulis ungkapkan beberapa bentuk pengertian. Patuntung
di
sini dari asal kata Pa
dan Tuntung.
Pa adalah
awalan yang berarti pengganti orang dan Tuntung
artinya
ujung. Jadi berarti Patuntung
di
sini ialah orang yang mencari Ujung. Maksudnya segala sesuatunya
supaya dicari atau diselesaikan sesuai dengan ketentuan ketentuan
yang berlaku. Ataukah mencari ujung pangkal suatu persoalan untuk
mendapatkan penyelesaiannya sesuai dengan aturan yang telah
disepakati secara turun temurun dalam hal ini adalah Pasang.
Adapun
pengertian yang kedua adalah Tuntung
yang
mendapat akhira I menjadi Tuntungi
yang
artinya selidiki atau usahakan. Pengertian Tuntungi
di
sini ialah berusaha mendapatkan sesuatu hal yang berfaedah untuk
kehidupan. Kalau hal ini kemudian dihubungkan dengan pemeritahan
Patuntung
ialah
bersaha mencari kebenaran, sebab kebenaran itu harus selalu ada pada
masyarakat. Dalam arti kata seseorang tidak boleh diperlakukan secara
semena mena oleh pemimpin atau siapapun baik kapasitasnya sebagai
pemimpin ataupun orang yang dipimpin, kalau hal itu jelas jelas
bertentangan dengan Pasang.
Artinya
bahwa Patuntung
itu
menggambarkan kepada ketentuan ketentuan masyarakat atau pedoman
hidup masyarakat dalam bertingkah laku demi terwujunya harmoni dalam
kehidupan.
Sesuai
dengan perkembangan masyarakat Tana Toa, maka Ammatowa
merasa
perlu pembantu pembantu untuk bersama sama dalam mengatur dan
mengelola tata kehidupan masyarakatnya baik dari segi kepercayaan,
sosial, adat istiadat dan hubungan kekeluargaan, pertanian dan
sebagainya. Maka Ammatowa
yang
pertama pada saat itu yang mempunyai lima orang anak masing masing
diberinya tugas. Sehingga inilah dianggap sebagai pemerintah yang
pertama di Tana Toa.
Tentang
Ammatowa
yang
pertama ini dianggap Tumanurung,
artinya
diturunkan oleh TuriE
Ara’na.
Demikianlah
keyakinan masyarakat Tana Toa tentang Ammatowa,
bahkan selanjutnya disebt bahwa Ammatowa
itu
adalah Satuli
tulinai linoa artinya
bahwa Ammatowa
itu
ada sejak bumi ini diciptakan bahkan akan tetap ada sampai bumi ini
dimusnahkan oleh TuriE
Ara’na.
Anaknya
yang pertama diberi gelar Galla
Pantama. Ia
disebut demikian karena tempat daerahnya bernama Pantama. Tentang
sebutan Galla
ini ada yang menafsirkan berasal dari kata Gala
yang
artinya menghalang. Anak kedua disebutnya Galla
Puto, anak
ketiga Galla
Kajang, Anak
keempat disebutnya Galla
Lombok dan
anak kelima disebutnya Galla
Anjuru.
Demikianlah untk pertama kalinya Ammatowa
membentk
pembantu pembantunya untuk mengatur tata kehidupan masyarakat, dan
Ammatowa
sebagai
penguasa tertinggi.
Karena pada
mulanya Ammatowa
mengambil
pembantu dari kalangan anak anaknya sendiri, yang terdiri dari lima
orang, maka disebutnya Limangngolorang
atau
lima turunan. Kemdian kelimanya ini lazim disebut Ada
Limayya atau
Ada
Apparentayya. Namun
dalam perkembangan selanjutnya anggota anggota Ada
L imayya tidak
lagi diambil dari turunan turunan Ammatowa
bila
terjadi pergantian tetapi dipilh oleh rakyatnya. Ada
Limayya inilah
yang diberi wewenang mengatur rakyat dengan mengikuti ketentuan
Pasang.
Setiap anggota masayarakat Tana Toa berusaha untk patuh, sehingga
segala tuntutan pasang
dapat
dipenuhinya atau dapat dicapai. Bila sudah demikian maka orang itu
sdah mendapat sebutan dari masyarakatnya sebagai Imannntungi.
Adapun struktur pemerintahan Patuntung
adalah
sebagai berikut
- Ammatowa sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.
- Ada Limayya yang terdiri atas
a. Galla Pantama
Tempat
kedudukannya di Pantama. Ia digelari juga Tingkarena
Tanayya, yang
berarti kerongkongannya tanah. Hukuman mati sekalipu dapat dibatalkan
kalau ia yang mengusulkanya kepada Ammatowa.
Ia
dianggap sebagai orang kedua dari Ammatowa
dalam
bidang pemerintahan. Dialah yang memegang peranan utama, karena kalau
ada bahaya mengancam negeri dialah yang bertindak sebagai pertahanan.
b. Galla Puto.
Galla
Puto
tugasnya
sangat penting. Ia bertugas sebagai penghubung antara Ammatowa
dengan
anggota anggota ada.
Jadi
bila ada sesuatu yang hendak disampaikan kepada anggota anggota ada
ataukah
sesuatu yang perlu disampaikan kepada Ammatowa
maka
ialah yang memiliki wewenang.
c. Galla Kajang
Tugasnya menyangkut masalah
masalah kemasyarakatan. Kalau ada masyarakat yang berselisih paham
maka dialah yang bertugas untuk menyelesaikannya.
d. Galla Lombok.
Tugasnya mengatur daerah
daerah perbatasan, pengawasan daerah perbatasan, dan urusan keuangan.
e. Galla Anjuru.
Bertugas sebagai kepala urusan
rumah tangga dan perlengkapan
- Ada ri Tanah Kekeya.
Yakni
pemerintahan dalam lingkungan daerah yang kecil yang terdiri atas
perangkata perangkatnya yang meliputi Galla
Ganta,
Galla
Sangkala, Galla Sapo, Galla Bantalang dan
Galla
Batu.
- Ada Buttayya yang terdiri atas
a. Sanro Kajang
Tugasnya menyangkut masalah
kesejahteraan, keselamatan dan kesehatan rakyat. Kalau ada masyarakat
yang sakit maka ia yang dimintai pertolongan tanpa bayaran.
b. Lompo Ada
Pembantu
Ada
bila
ada upacara upacara tingkat bawah. Penghubung antara anggota ada
terutama
bila menghadap kepada Galla
Pantama. Sering
juga ia telinga dan mata ada.
c. Lompo Karaeng
Wakil
Ammatowa
jika
berhalangan hadir dalam suatu upacara.
d. Kadaha.
Bertugas sebagai protokoler,
menentukan dan mengatur hari baik dalam pelaksanaan upacara,
pelaksanaan menabur benih dan penentu waktu yang baik dalam mengolah
sawah.
e. Anrong Guru Lolisang
Bertugas sebagai kepala
keamanan kampung.
f. Gurua.
Bertugas memimpin upacara
upacara keagamaan.
C. Bentuk Pemerintahan
Patuntung
Ammatowa
dipilih
secara tradisional dan memerintah tidak pula dalam batas waktu
tertentu. Tetapi Ammatowa
tidak
dipilih terbatas hanya dari kalangan keluarga Ammatowa
sebelumnya,
tetapi siapa pun saja. Sebab yang bisa menjadi Ammatowa
hanyalah
orang orang yang naturungi
pammase atau
orang yang mendapat rahmat dari yang kuasa. Adapun syarat syarat ntuk
dipilih menjadi Ammatowa
adalah
sebagai berikut :
- Ahli dalam hal pasang.
- Tidak pernah dilihat oleh masyarakat melakukan sesuatu yang dianggap tidak baik seperti berdusta, minum tuak, berjudi, ataupun menipu serta perbuatan lain yang tercela.
- Konsisten dengan apa yang pernah ia ucapkan.
- Perbuatannya sesuai dengan ucapannya atau satunya kata dengan perbuatan.
- Diyakini oleh masyarakat memiliki kesaktian dan memiliki wibawa serta disegani dan dihormati oleh masyarakat banyak.
Ammatowa
memiliki
daerah kekuasaan yang terdiri atas kampung kampung dan kumpulan atas
beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang Galla
yang
merupakan hasil dari pilihan rakyat. Galla
biasanya
diambil dari kalangan turunan turunan adat itu sendiri di daerahnya
masing masing. Selain itu seorang Galla
harus
memiliki ilmu pengetahuan yang cukup serta memiliki kharisma di
masyarakatnya.
Selanjutnya
seorang Ammatowa
yang
terpilih memiliki kewajiban untuk mengayomi dan menciptakan
kesejhteraan bagi rakyatnya. Ia tidak boleh melanggar aturan aturan
yang telah ditetapkan oleh pasang.
Kalau
Ammatowa
melanggar
pasang
maka
ia ibaratnya seperti tunas yang memanjang kemudian tiba tiba patah
dan layu, kalau ia menghindari pasang
maka
lumpuh dan bila ia melangkahi kehendak pasang
maka
ia botak. Demikian ikrar itu, begitu berat tanggung jawab seorang
Ammatowa
yang
betul betul memiliki fungsi dalam melindungi rakyatnya.
Dalam
sistem pemerintahan patuntung
kekuasaan
tidak bersumber dari atas tetapi dari bawah, dari rakyat melalui
anggota anggota adat yang dikenal sebagai ada
panroakki bicarayya yang
artinya hanya dewan adatlah yang berhak mengambil keputusan. Anggota
anggota dewan adat inilah yang kemudian dimintai pendapat dan
pertimbangannya dalam memutuskan suatu perkara, karena mereka inilah
yang dianggap sebagai representasi dari rakyat banyak.
Sifat
demokrasi ini bukan hanya tercermin pada cara pelaksanaan
pemerintahan itu, tetapi dalam cara cara bertutur dan bertingkah
laku. Dalam percakapan sehari hari sering muncul adanya istilah apa
nakua toloheya yang
artinya bahwa apa yang telah dikatakan dan diputuskan oleh orang
banyak atau kalau orang banyak yang menghendaki demikian maka itlah
yang harus diikuti. Selain itu berkembang pula prinsip le’rasa
pau ada tale’rasa pau pau aranang, yang
artinya batal keputusan pemerintah, tetapi keputusan yang diambil
dalam musyawarah tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
Sedangkan
perbuatan perbuatan yang mengambarkan adanya demokrasi itu ialah
adanya perbatan rera
atau
sistem kerja bergiliran. Setiap anggota rera
mendapat
giliran yang sama. sistem ini biasanya dilaksanakan ketika dalam
pengolahan sawah, penanaman padi maupun dalam kegiatan membangun
rumah. Demikian pula setiap orang yang memiliki hak dalam menangkap
ikan dalam suatu sungai tidak boleh ada yang saling melarang.
Referensi:
Pin BB:
Instagram:Fajar_Erid
Facebook:Fajar Erid
Email:fajarerid@yahoo.com
http://fajarerick.blogspot.com
Twitter:@FajarEridPin BB:
Instagram:Fajar_Erid
1 komentar:
Casino & Racetrack - Mapyro
Find your nearest Casino 아산 출장안마 & Racetrack in San Diego 충주 출장안마 County, CA. See reviews, directions, 논산 출장샵 and 정읍 출장샵 information for Casino & Racetrack in 용인 출장샵 San Diego,
Posting Komentar